Monday, February 19, 2007

PERJALANAN MENCARI ILMU bag. 1 (KISAH PERJALANAN SANG GURU MURSYID)

Mencari Guru Dunia

Pada waktu aku belajar untuk mencari Kebenaran dan aku latih kesabaran jasmaniku tapi aku belum bisa bersabar, padahal kewajiban lima waktu sudah aku jalani tapi jasmaniku (nafsu) masih berontak pada pendirianku. Akhirnya aku lari mencari guru untuk menasehati diriku, lalu semua nasehat guru aku lakukan apapun pesannya, akhirnya ada perubahan pada diriku dalam menghadapi hidup di dunia meski hanya sementara, pada saat itu aku berguru kepada guru yang mumpuni dan diberi ijazah berupa amalan:
1. Sholat 5 waktu
2. Sholat hajat atau Tahajud tengah malam pukul 24.00.
3. Membaca Wasilah dan syahadat
4. Membaca Sholawat dan membaca “ Ilahi anta maksudi wa ridloka matlubi”
5. Kalimat Toyibah dan Ismudzat dan “Laa haula wala Quwata illa billahil ‘aliyil adzim”
6. Asma’ul Husna.

Terus aku lakukan perintah itu dan kutekuni selangkah demi selangkah, waktu demi waktu. Akupun melatihnya dengan bergaul dengan teman-temanku, mata lahir dan mata bathinku kusuruh melihat, telinga lahir dan telinga bathinku kusuruh juga untuk mendengar, perasaanku kusuruh menjadi penyair mana yang benar mana yang salah, aku teliti kedua hal itu
lalu aku simpulkan mana yang benar mana yang salah.Akhirnya aku sedikit
mengetahui kebenaran dan kesalahan.
setelah mendapat nasehat dan kujalani apa perintahnya lalu aku menjadi musafir untuk mencari guru yang sudah wafat dengan cara Mataku kusuruh mencari arah dan Kakiku kusuruh mengantarkan pada cita-citaku yaitu mencari kebenaran dan Keyakinan sejati.

Maknanya :
1. Rumah guru manusia itu adalah manusia itu asalnya tidak ada, sekarang ada lalu sebentar lagi tidak ada, itulah dunia fana dan ingatlah bahwa sifatnya hanya teori dan sejarah saja (mendadak perasaanku yang bersyair demikian).
2. Rumah guru manusia juag sifatnya memperbaiki jasmani agar rukun bersama keluarga dan saudara-saudara di dunia, ini kental dengan masalah duniawi sedang akhiratnya hanya sedikit nilai dan intinya di hadapan Allah.
3. Musafir itu adalah terus melangkahkan kaki mencari ujung kebenaran dan kesabaran, dimana Tempatnya Guru sejati yang ada didalam dada ini? Sifatnya mencari tingkah laku yang benar karena benar dan salah itu tempatnya di dalam dada ini yang mampu membaca “Allahu”, Sudah kenal siapakah dia?


Mencari Guru yang telah Wafat

Lalu aku melangkahkan kakiku mencari guru yang telah wafat, Apa tujuanku mencari guru yang telah wafat? Karena Mereka sudah mati maka mereka tidak memiliki nafsu dunia lagi, aku temui mereka dimakamnya dengan membaca Tahlil dan Surat Yaasin dan lain-lain, aku bermaksud menanyakan dimanakah sebenarnya tempat kebenaran dan keyakinan? Lalu aku melangkahkan kakiku dan kuikuti terus, yaitu ke makam Wali-Wali.

Akhirnya ada suara yang berkata, “Begini kisanak, masalah kebenaran dan keyakinan ada pada dirimu sendiri, tidak dimanan-mana. Ingat itu kisanak! Dan juga kesalahan- kesalahan itu ada pada dirimu, tinggal pilih salah satunya. Kalau engkau yang benar itulah perintah Allah dan kalau pilih yang salah itulah perintah syetan.”. Akhirnya aku melangkahkan kakiku ke atas bukit / gunung dan aku mengikuti terus ayunan kakiku ke bukit itu lalu aku lelah dan berhenti lantas duduk di atas sebuah batu dan aku melihat ada sebuah sungai yang mengalir, setelah kutafakuri hatiku berkata, ”Nur, lihatlah air sungai itu! Siapakah yang menjalankannya?” setelah kuteliti sedikit demi sedikit akhirnya aku mengetahui bahwa yang menjalankan air sungai itu adalah Allah semata.


Khalwat pada Guru yang telah Wafat
Dalam pencarianku mencari guru yang telah wafat aku ditemui oleh seseorang berpakaian Singel (baju hitam dalamnya putih, sarungnya batik kepet/kipas bermotif kain keraton) ternyata beliau bernama Eyang Kanjeng Sunan Kalijaga, aku diperintah untuk menunggu)tongkat beliau sambil berpesan ”Jangan pergi hingga aku datang dan membaca Sholawat, Istighfar, Kalimat Toyibah dan Ismudzat”, sampai sekian lama kemudian Sunan Kalijaga datang kembali ke tempat aku menunggui tongkatnya dan meniup ubun-ubunku kemudian membersihkan mukaku dari lumut lalu aku dimandikan dan diberi pakaian jubah.

Saya diajak Sunan Kalijaga untuk melihat berdirinya soko Masjid Demak, saya disuruh duduk di tempat peristirahatan sambil melihat peristiwa itu. Kanjeng Sunan Kalijaga berdiri bersama Wali Songo lainnya juga bersama santri-santrinya yang sedang bertasbih (membaca Bismillahir- rahmanirrahim) setelah itu para santri tersebut mendorong soko Masjid Demak. Setelah soko Masjid berdiri saya berjabat tangan dengan para Wali Songo dan mereka berpesan, “Mari berjuang !” Kemudian saya pulang ke rumah.

2 comments:

Unknown said...

Bisa minta ijazĂ  ?

Unknown said...

Bisa minta ijazĂ  ?


Free Template by Isnaini Dot Com